Ketika melewati masjid itu hanya terlihat ramai lampu meneranginya, selebihnya hening sepi yang menyapa. Disebelah selatannya terdapat kebun yang sangat lebat dan diketahui belakangan kalau banyak sekali monyet yang berada disana. Disisi utara beberapa rumah berjejer menemani dengan aktifitas pemiliknya pada pagi dan sore hari. Masjid Nurul Jannah namanya. Masjid 'utama' di desa Burong Mandi, kecamatan Damar, kabupaten Belitung Timur, provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Suasana hening itu pecah manakala bedug ditabuh, adzan dikumandangkan, dan sholat ditunaikan. Jika menengok ke dalam masjid, akan didapati sang pemecah kesunyian sedang duduk berdzikir kepada Tuhannya. Selepas itu beliau menyempatkan diri untuk sekedar menjaga kebersihan dan kerapihan masjid, setelah itu beliau kembali pulang ke rumah yang tak jauh dari situ.
Pak Ridwan, begitu kami memanggilnya. Salah satu pengurus masjid yang paling sering kami temui selama kami KKN di desa itu. Belakangan juga diketahui beliau merupakan muazin masjid ini, dan satu satunya warga desa yang selalu di masjid tiap waktu sholat wajib. Hanya di waktu sholat jum'at, dan Isya di bulan Ramadhan saja kami temui masjid ini didatangi ramai oleh warga lain. Selebihnya hanya beberapa kali kami menemui mereka dan juga pendatang yang sempat mampir ada di masjid, namun yang paling sering kami temui dan menjadi imam sholat kami adalah pak Ridwan ini.
Sejauh pengetahuan saya pak Ridwan tidak berbeda seperti warga rata rata di desa ini. Beliau punya kebun dan sehari hari beraktifitas disana. Dilain sisi beliau adalah ayah dari bang Cori, guru di SDN 4 Damar, ketua karang taruna dan ketua sanggar tari desa yang tiap siang menjelang sore selalu ada aktifitas latihan tari bagi anak anak di desa.
Dengan kondisi yang tidak jauh berbeda dengan warga lainnya, lantas apa yang membuat beliau menjadi orang paling konsisten untuk mengumandangkan adzan, menjadi imam, dan bahkan beberapa kali kami menemui beliau sholat SENDIRIAN?
Tak pantas kami berprasangka apapun terhadap warga yang tidak
pernah hadir menemani pak Ridwan. Tak pantas pula kami menyalahkan
siapapun dari kondisi masjid yang sepi jama'ah ini. Kami hanya
pendatang, kami hanya anak ingusan yang baru sedikit sekali tahu tentang
desa dan masyarakatnya. Semampu kami, kami mencoba untuk ikut
menghidupkan masjid ini dengan minimal 5 sholat wajib kami lakukan
disini. Sebisa kami, kami mencoba untuk membersamai beberapa aktifitas
di masjid dan tetap menjaga agar tidak malah menyusahkan.
Kami hanya sanggup menampilkan rasa kagum pada beliau. Teriknya siang maupun gelapnya malam tak membuat beliau urung untuk datang ke masjid. Bagaimanapun kondisi hari itu, sejauh pendengaran kami suara adzan selalu bisa kami dengar 5 kali sehari. Kondisi masjid juga terjaga kebersihannya tiap kali kami melihatnya. Serta di tiap jumat, sejak subuh karpet sudah tergelar rapih dan siap menyambut jamaah sholat jumat.
Ya Allah... disaat kami bermalas malas di atas kasur tiap subuh, beliau sudah melangkahkan kakinya ke rumah-Mu dan berseru "ash shalatu khairum minannaum"...
Ya Allah... disaat kami masih berani menunda bahkan mengakhirkan waktu, beliau selalu bertakbir pada-Mu di awal waktu...
Ya Allah... disaat kami bisa mendapati jamaah dalam tiap rukuk, beliau rindu akan hadirnya makmum dibelakangnya tiap
hari...
Ya Rabb Yang Maha Penyayang... Tabahkan dan Tegarkan hati beliau agar mampu menjaga konsistensi dalam mengemban amanah di rumah-Mu.
Ya Rabb Yang Maha Perkasa... Kuatkan gerak langkah beliau agar mampu selalu menjaga & memakmurkan rumah-Mu.
Ya Rabb Yang Maha Pemurah... Lancarkan lisan beliau agar tetap mampu mengumandangkan panggilan-Mu dan mengajak untuk bersama memakmurkan rumah-Mu.
Aamiin...
Tampilkan postingan dengan label Cerita. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerita. Tampilkan semua postingan
Kamis, 23 Agustus 2012
Selasa, 26 Juni 2012
Kehilangan... (part 1)
"Ya, contohnya gini... Saya adalah seorang pengusaha ikan lele yang paling sukses di kecamatan ini dan mampu mempekerjakan 50 orang karyawan dalam 10 tahun kedepan. Nah coba sekarang gantian, kamu yang tulis."Namun, tangan itu hanya sanggup menulis hingga... Saya adalah seorang... Kemudian tak terlihat lagi gerakan pena biru diatas kertas putih itu.
"Ayo... ditulis aja gak usah takut. Tulis aja, saya ini siapa... jadi apa, terus bisa apa... gitu kan gampang toh?Masih dalam posisi yang sama terdiam, kemudian pena itu diletakkannya. Dengan takut-takut ia menjawab.
"Anu... itu, saya gak tau gimana kalo harus nulis detil gitu. Saya takut... takut gak bisa jadi orang kaya yang ditulis. Lha wong saya ini gak kaya temen-temen yang lain. Ada yang udah berkali kali nampil di seminar nasional lah, ngisi mentoring tiap akhir pekan di tempat yang beda beda lah, ke luar negri ikut acara ini itu ato sekedar kuliah singkat lah. Nah saya? kegiatan di kampus juga cuma itu itu aja. Ikut organisasi satu dua doang. Kuliah? ya... mas tau sendiri lah kampus kita kaya' apa. Dan bisa bayangin orang yang ogah ogahan kaya' saya itu gimana kuliahnya.Kembali keduanya terdiam. Suasana di kantin kampus itu memang sedikit ramai karena belum waktunya makan siang. Selain itu mahasiswa di kampus ini lebih suka datang ke kantin ketika baru saja buka, karena makanannya masih banyak yang tersedia selain itu kondisi kantin agak bersih dibanding nanti jika sudah waktu makan siang.
Guntur adalah mahasiswa teknik perminyakan, sedangkan Ilham adalah mahasiswa teknik material. Meskipun berbeda jurusan dan Ilham lebih senior angkatannya dibanding Guntur, namun karena mereka pernah berada pada organisasi yang sama di kampus tersebut, akhirnya mereka bisa kenal dekat.
"Nah itulah kelemahanmu tur... Kamu tu orangnya takutan. Takut kalo nanti begini, takut kalo begitu. Ini belum siap, itu belum bisa... Ya saya ngerti ke-perfeksionis-an mu, tapi jangan sampe malah buat kamu takut ngambil langkah. Gak masalah kan, ini cuma rencana gitu. Kalo emang berubah berarti Allah berkehendak berubah."
"Ya tapi kan mas... kalo masih mahasiswa aja kaya gini emang 10 tahun lagi bisa jadi kaya gitu?"
"Justru itu kan, kalo dari mahasiswa aja kita gak nentuin kita mau jadi apa kedepannya malah kamu semakin kebingungan. Udah kerja disini, gak betah... pindah ke yang lain, gak enak... pindah lagi. Atau malah yang parah, udah keterima kerja disitu terus suka ga suka ya.. jalanin aja. Yang penting saya kerja. Padahal saya yakin kamu orangnya bisa lebih dari sekedar begitu. Kamu punya visi. Cuma masih susah buat bikin breakdownnya aja kan?"
"I.. iya mas... semacem gitu. Sebenernya kepikiran sih mau gimana gimana. Tapi begitu disuruh buat lebih detil. Kok ya ngeliatnya jauh banget dan gak relevan gitu."
"Ya... Ya... Gini aja deh... kapan kapan dilanjutin lagi aja. Habis dzuhur saya ada perlu soalnya. Oh ya, satu lagi tur. Kamu kalo ada pikiran apa gitu ceritain aja, gak usah takut, gak usah malu. Mungkin ada beberapa hal yang bisa saya bantu kalo kamu cerita."
"Iya mas... dicoba dipikirin dulu deh..."Tepat saat itu adzan dzuhur berkumandang dari mushola di dekat tempat mereka. Setelah menghabiskan makanan dan minuman yang dipesan, mereka berdua berjalan ke mushola tersebut...
(bersambung)
Langganan:
Postingan (Atom)