Laman

Kamis, 23 Agustus 2012

Belajar dari Seorang Takmir Masjid

Ketika melewati masjid itu hanya terlihat ramai lampu meneranginya, selebihnya hening sepi yang menyapa. Disebelah selatannya terdapat kebun yang sangat lebat dan diketahui belakangan kalau banyak sekali monyet yang berada disana. Disisi utara beberapa rumah berjejer menemani dengan aktifitas pemiliknya pada pagi dan sore hari. Masjid Nurul Jannah namanya. Masjid 'utama' di desa Burong Mandi, kecamatan Damar, kabupaten Belitung Timur, provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Suasana hening itu pecah manakala bedug ditabuh, adzan dikumandangkan, dan sholat ditunaikan. Jika menengok ke dalam masjid, akan didapati sang pemecah kesunyian sedang duduk berdzikir kepada Tuhannya. Selepas itu beliau menyempatkan diri untuk sekedar menjaga kebersihan dan kerapihan masjid, setelah itu beliau kembali pulang ke rumah yang tak jauh dari situ.

Pak Ridwan, begitu kami memanggilnya. Salah satu pengurus masjid yang paling sering kami temui selama kami KKN di desa itu. Belakangan juga diketahui beliau merupakan muazin masjid ini, dan satu satunya warga desa yang selalu di masjid tiap waktu sholat wajib. Hanya di waktu sholat jum'at, dan Isya di bulan Ramadhan saja kami temui masjid ini didatangi ramai oleh warga lain. Selebihnya hanya beberapa kali kami menemui mereka dan juga pendatang yang sempat mampir ada di masjid, namun yang paling sering kami temui dan menjadi imam sholat kami adalah pak Ridwan ini.

Sejauh pengetahuan saya pak Ridwan tidak berbeda seperti warga rata rata di desa ini. Beliau punya kebun dan sehari hari beraktifitas disana. Dilain sisi beliau adalah ayah dari bang Cori, guru di SDN 4 Damar, ketua karang taruna dan ketua sanggar tari desa yang tiap siang menjelang sore selalu ada aktifitas latihan tari bagi anak anak di desa.

Dengan kondisi yang tidak jauh berbeda dengan warga lainnya, lantas apa yang membuat beliau menjadi orang paling konsisten untuk mengumandangkan adzan, menjadi imam, dan bahkan beberapa kali kami menemui beliau sholat SENDIRIAN?

Tak pantas kami berprasangka apapun terhadap warga yang tidak pernah hadir menemani pak Ridwan. Tak pantas pula kami menyalahkan siapapun dari kondisi masjid yang sepi jama'ah ini. Kami hanya pendatang, kami hanya anak ingusan yang baru sedikit sekali tahu tentang desa dan masyarakatnya. Semampu kami, kami mencoba untuk ikut menghidupkan masjid ini dengan minimal 5 sholat wajib kami lakukan disini. Sebisa kami, kami mencoba untuk membersamai beberapa aktifitas di masjid dan tetap menjaga agar tidak malah menyusahkan.

Kami hanya sanggup menampilkan rasa kagum pada beliau. Teriknya siang maupun gelapnya malam tak membuat beliau urung untuk datang ke masjid. Bagaimanapun kondisi hari itu, sejauh pendengaran kami suara adzan selalu bisa kami dengar 5 kali sehari. Kondisi masjid juga terjaga kebersihannya tiap kali kami melihatnya. Serta di tiap jumat, sejak subuh karpet sudah tergelar rapih dan siap menyambut jamaah sholat jumat.


Ya Allah... disaat kami bermalas malas di atas kasur tiap subuh, beliau sudah melangkahkan kakinya ke rumah-Mu dan berseru "ash shalatu khairum minannaum"...
Ya Allah... disaat kami masih berani menunda bahkan mengakhirkan waktu, beliau selalu bertakbir pada-Mu di awal waktu...
Ya Allah... disaat kami bisa mendapati jamaah dalam tiap rukuk, beliau rindu akan hadirnya makmum dibelakangnya tiap hari...

Ya Rabb Yang Maha Penyayang... Tabahkan dan Tegarkan hati beliau agar mampu menjaga konsistensi dalam mengemban amanah di rumah-Mu.
Ya Rabb Yang Maha Perkasa... Kuatkan gerak langkah beliau agar mampu selalu menjaga & memakmurkan rumah-Mu.
Ya Rabb Yang Maha Pemurah...  Lancarkan lisan beliau agar tetap mampu mengumandangkan panggilan-Mu dan mengajak untuk bersama memakmurkan rumah-Mu.
Aamiin...

1 komentar: