Laman

Minggu, 27 Mei 2012

Paradoks

pa·ra·doks n pernyataan yg seolah-olah bertentangan (berlawanan) dng pendapat umum atau kebenaran, tetapi kenyataannya mengandung kebenaran; bersifat paradoks.
Adakah kita pernah memikirkan setiap informasi yang kita terima?
Adakah kita pernah terbingung oleh perkataan orang lain?
Adakah kita pernah terlempar-lempar oleh argumentasi?


Tidak bisa dipungkiri, kita sering terperangkap dalam situasi situasi yang memaksa kita untuk menelan mentah mentah apa yang diucapkan orang lain. Ada beberapa dari kita yang berusaha untuk mengatasinya, namun kondisi yang terlalu kuat atau memaksa melemahkan kita. Sebagian kecil dari kita mampu untuk tetap berfikir jernih ditengah tekanan situasi dan kondisi, sehingga mampu mengolah informasi tersebut. Sebagian besar lagi tidak mampu, kalah.


Dari pendapat saya, akar masalah ini mulai terbangun saat kita sekolah dimana 'terlalu' percaya pada guru, atau lebih tepatnya mau tidak mau harus membenarkan apa yang dikatakan guru. Bisa dibayangkan betapa kita saat itu masih tidak tahu banyak hal, belum memiliki kemampuan yang memadai untuk mengolah informasi, hanya dijejali dengan berbagai macam 'hal' yang dipaksakan untuk diyakini benar. Konsekuensi dari 'mengingkari' pernyataan 'benar' tersebut bisa dalam berbagai macam, mulai dari dimarahi, hingga 'penundaan' kenaikan tingkat. Terlalu besar resiko yang ditanggung dan terlalu memberatkan.


Hal semacam itu yang lambat laun membentuk kita menjadi manusia manusia yang hanya mau menerima, tidak mau ambil pusing dengan memikirkan benarkah itu, pantaskah itu, dan sebagainya. Ini yang membuat kita akhirnya terkalahkan oleh orang orang yang mampu memainkan kata dan kalimat, lihai dalam menyusun kata, dan akhirnya kita terjebak dalam pemikiran dangkal.


Banyak sekarang orang yang tergelincir ke pemahaman yang keliru, tidak seperti yang diharapkan sang 'pengucap', terombang ambing pemikiran dan argumennya hanya karena kurang mampu menganalisis informasi. Alhasil yang disalahkan malah sang pemberi informasi atau malah media pembawa informasi. Kekurangan kita dalam menganalisis malah dilimpahkan pada kekurangan orang dalam menyampaikan pernyataannya.


Lebih parah lagi menyalahkan orang atas analisis/hasil olahan informasi yang dia dapat, dan mencap orang tersebut sebagai "pencari-cari kesalahan" atau sebagainya. Padahal ketika dia mengatakannya dia tidak sadar bahwa sang pencari-cari kesalahan itu dirinya sendiri.


Dari sudut pandang lain, sebagian kecil orang ada yang justru merasa 'senang' dan bangga ketika mampu mengendalikan pemikiran orang lain dengan kalimat kalimat seperti itu. Entah apapun kepentingan yang mereka bawa, entah apa background yang mereka angkat, entah apa citra yang mereka dapat di publik, mereka tetap melakukannya.


Contoh kecil:
Haruskah kita mempercayai perkataan orang yang berkata "Jangan terlalu percaya dengan apa yang dikatakan orang lain"?


Sulit memang ketika kita mencoba untuk selalu mampu mengolah segala informasi yang kita dapat, namun jika tidak begitu apalah guna kita sebagai orang orang yang mendapatkan pendidikan? Apalah guna semua pengetahuan yang telah diberikan pada kita? Akan kita apakan kemampuan akal yang telah diberikan pada kita?


Nah lalu bagaimana sikap kita?

Last... sudahkah anda membaca dengan teliti dan tidak terjebak oleh apa yang saya tulis?
Menjebak... mungkin... 
Terjebak... sering...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar