Kajian Terbuka Dept. Kastrat BEM KMFT UGM (11-11-2008)
Pembicara: Rito, Mahasiswa Fakultas Hukum UGM.
Bicara mengenai teroris atau terorisme, kita tidak bisa melupakan kejadian bom bali yang dilakukan oleh kelompok Amrozi Cs, yang pada tanggal 9 november lalu telah dieksekusi mati dengan hukuman tembak. Banyak pro-kontra mengenai eksekusi mati yang dijatuhkan kepada Amrozi Cs akibat dari tindakan2 terorismenya.
Menurut pasal 6, Peraturan Perundangundangan 1, tahun 2002, TINDAK PIDANA TERORISME adalah:
Penjatuhan hukuman kepada amrozi cs ini dinilai tidak tepat, karena penjatuhan hukuman ini didasarkan kepada hukum yang dibuat setelah terjadinya pengeboman di bali. Padahal hukum itu memiliki asas nonretroaktif yang mengatakan bahwa, "hukum tidak boleh berlaku surut". Berlaku surut disini maksudnya, suatu hukum tidak bisa menjerat pelaku tindakan yang dimaksud di dalam hukum tersebut, jika tindakan itu dilakukan sebelum hukum itu ada (dibuat/disahkan).
Hal ini menjadi suatu permasalahan, mengapa Amrozi Cs tetap dieksekusi sesuai Perpu 1 th 2002, padahal kita tahu bahwa pengeboman yang dilakukan juga pada tahun yang sama, namun lebih dulu dilakukan. Padahal asas nonretroaktif ini hanya tidak berlaku pada tindakan-tindakan Pelanggaran HAM. Terorisme bukan pelanggaran HAM. Mungkin saja hal ini didasarkan pada teori pembalasan, yang mengatakan bahwa suatu tindakan baik itu positif maupun negatif, harus ada pembalasan yang setimpal atas perbuatan itu. Karena pengeboman di bali telah merenggut ratusan nyawa, maka hukuman yang pantas adalah hukuman mati.
Sebenernya, sesuai perpu no. 1 tahun 2002, hukuman atas tindak terorisme adalah hukuman mati (max) atau kurungan seumur hidup (min).Dan hukuman mati yang dianut oleh Indonesia adalah tembak mati. Padahal Amrozi Cs meminta untuk dihukum pancung, sesuai dengan hukum islam, namun permintaan itu ditolak dan mereka tetap dihukum tembak sesuai dengan asas kepastian hukum (hukum harus ditegakkan).
Ada lagi permintaan Amrozi Cs yang tidak dikabulkan, yaitu wasiat mereka yang menyebutkan bahwa, pengurusan jenazah mereka setelah ditembak mati, akan diserahkan kepada keluarga. Padahal sesuai hukum, wasiat tersangka yang dihukum mati harus dilaksanakan, namun hal ini berbenturan dengan peraturan yang mengatakan bahwa pengurusan jenazah dilakukan oleh pihak yang telah ditentukan (intinya bukan keluarga). Ini salah satu bukti cacatnya hukum di Indonesia. Seharusnya jelas kedudukan dari pelaksanaan wasiat ini, sehingga tidak akan ada lagi kejadian seperti ini. Inilah bukti bahwa, semakin banyak hukum, semakin banyak cacatnya. Apakah ini salah satu permainan hukum di Indonesia yang ditujukan pada keuntungan salah satu pihak? who knows?
Sebagian besar keluarga korban bencana terutama dari luar negeri, tidak setuju dengan pemberian hukuman mati kepada Amrozi Cs. Seperti di inggris, beberapa mengatakan alasan mengapa mereka tidak setuju, karena dengan pemberian hukuman mati akan memberi kesan Jihad pada tindakan mereka, dan akan mengundang tindakan tindakan Jihad yang serupa. Seharusnya mereka dihukum selamanya sampai merkea mati. Berbeda lagi alasan orang-orang australia. Mereka tidak setuju karena bila Amrozi Cs dihukum mati, kasus warga negara australi yang dihukum mati karena kasus Narkoba di indonesia akan sulit diselesaikan. Pokoknya mereka menginginkan Amrozi Cs dihukum seberat beratnya agar memberikan efek jera, namun bukan hukuman mati
Masalah lain adalah, pelaksanaan hukuman yang terlalu lama setelah diputuskan hukuman yang dijatuhkan kepada Amrozi Cs. Penundaan ini sebenarnya boleh asalkan dengan alasan untuk mengurus masalah hukuman (upaya hukum) seperti pengajuan banding, kasasi, dll. Padahal tingkat yang telah dicapai dalam kasus ini sudah yang tertinggi, yaitu peninjauan kembali ke MA (peninjauan putusan putusan pada sidang sidang yang telah dilakukan). Jadi tidak ada alasan lagi untuk menunda penjatuhan hukuman. Mungkin saja penundaan ini dimaksudkan untuk melihat gerakan gerakan terorisme yang lain, atau agar bisa lebih mengetahui siapa siapa saja yang terlibat dalam kasus ini, atau malah ingin mengecap (memberi citra) kepada golongan (kelompok) terdakwa.
Untuk masalah hukumannya, pemberian hukuman mati adalah hukuman yang spesial. Tidak ada pengurangan hukuman untuk hukuman mati seperti remisi, grasi, dll. Untuk hukuman lain seperti penjara (max 20 th, selain penjara seumur hidup), masih ada pemberian peringanan hukuman.
Lalu kesimpulan mengenai "SIAPA TERORIS YANG SEBENARNYA?" telah bisa anda jawab sendiri berdasarkan uraian di atas. Bisa siapa saja, atau apa saja.
Kalau menurut saya, Teroris yang sebenarnya adalah "HUKUM yang berlaku di Indonesia, yang dirancang sedemikian rupa, sedemikian rumit agar bisa melindungi dan memperkuat golongan golongan terpilih (termasuk Asing)". Karena Hukum ini menyebabkan:
-Kurang leluasanya orang orang yang tidak termasuk dalam golongan terpilih untuk berbuat, bergerak, dan melangkah, yang menyebabkan rasa takut ketika mereka beraktivitas karena mereka seperti diteror oleh hukum tersebut, namun kebanyakan dari mereka tidak menyadarinya.
-Adanya penyimpangan dalam pemutusan suatu perkara, pemberian hukuman kepada yang bersalah, dan lain sebagainya yang dialami dan dirasakan oleh orang orang yang tidak termasuk dalam golongan terpilih, yang merupakan kaum MAYORITAS di Indonesia ini. (pemutusan perkara yang tidak memihak kaum MAYORITAS, pemberian hukuman yang lebih berat kepada kaum MAYORITAS, dll)
-Akibat dari hukum yang tidak memihak kepada orang orang yang tidak termasuk dalam golongan terpilih, maka mereka dengan terpaksa melakukan tindakan tindakan yang mengarah atau malah benar benar melakukan pengerusakan objek objek yang mereka anggap berkaitan dengan hukum tersebut atau orang orang yang berada di dalam hukum tersebut yang lebih sering menuju ke objek objek Vital.
Anda setuju???
(mohon maaf, jikalau segala isi dalam hasil diskusi ini tidak tepat atau tidak pantas untuk diungkap, namun saya berharap dengan adanya tulisan ini, Indonesia bisa menjadi negara yang lebih baik lagi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar